Duduk di boncengan sepeda motor
dari bapak ojek membawa gue meninggalkan terminal Kediri menuju Puhsarang. Gue
nurut aja mau lewat mana yang pasti tujuannya adalah Puhsarang, bukan yang lain dan gue
percaya bapak ojek pasti akan nganterin gue sampai ke sana dengan selamat sehat
walafiat dan tidak kurang satu apapun. Selama perjalanan sesekali bapak ojek kepo-kepo sedikit ke gue, sambil gue
menikmati pemandangan di sekitar selama pengojekan ini. Sama seperti ciri khas landscape di Jawa pada umumnya suasana
selama perjalanan singkat ini.
Gereja Puhsarang |
Jl. Puhsarang |
Setelah melewati beberapa papan
nama yang menunjukkan arah menuju Puhsarang, akhirnya gue sampai di sebuah
gapura , semacam petunjuk akhir kalau Puhsarang sudah di depan mata, dan
akhirnya tepat setelah gue dan bapak ojek melewati gerbang itu, motor berhenti
di sebuah pintu masuk sebuah halaman yang tidak lain dan tidak bukan adalah
gerbang masuk gereja Puhsarang. Turun dari motor, tak lupa bayar dan ucapkan
terima kasih kepada bapak ojek, gue masih sempat tanya tentang penginapan di
sekitar sini, dan bapak ojek menunjuk ke sebuah rumah tepat di gerbang tadi,
ya, gue diarahkan ke sebuah homestay “Mbah Kung Homestay”, rekomendasi dari bapak
ojek. Dan lagi-lagi kebaikan dan pengetahuan masyarakat setempat lebih yahud
daripada gue repot-repot searching
dari google. Gue terpana dengan
uniknya arsitektur dan khasnya bangunan di Puhsarang ini, begitu khas dan punya
karakter sendiri. Karena agak lelah dengan beban di punggung gue yang sedari
tadi gue pake buat gendong ransel, akhirnya gue langsung masuk ke homestay untuk cari kamar. Sebuah kamar
masih tersedia buat gue. Ya jelaslah, kebetulan juga penginapan itu emang lagi
sepi. Dengan harga 85 ribu untuk sebuah kamar dengan single bed yang cukup lebar dan ternyata masih ada ekstra bed di bawah tempat tidur, gue kaget dan
surprised, murah sekali. Belum kamar
mandi lengkap dengan kloset duduk yang sangat bersih, lantai keramik yang
bersih, dan tentunya tempat tidur yang bersih pula, recommended ini homestay, bintang 5 deh. Edun…. Lagi-lagi, info masyarakat lokal emang yang paling terpercaya, dan percayalah, banyak orang baik di
luar sana kawan !
Homestay mBah Kung |
Kamar Mandi Homestay |
Kamarnya |
Setelah bersih-bersih badan dan
baring-baring sebentar, gue keluar kamar dan menuju ke kompleks peziarahan,
cukup jalan kaki, lha wong deket
banget masa mau naik ojek lagi. Masuk ke kompleks peziarahan ini, yang pertama
dan menarik adalah arsitektur bangunannya, khas sekali dengan penataan yang
sedikit rumit. Hampir semua tembok bangunan dibuat dari batu kali, bukan dengan
bata merah pada umumnya. Unik deh. Gereja yang unik, kecil, terbuka, tapi tetap
terlihat sakral. Pas gue masuk, gue sempat bingung, di mana ini letak gua Maria
yang selalu diagung-agungkan keindahannya itu ? karena pas gue masuk ke gereja,
cuma gue temukan gua kecil di samping kanan dan kiri gereja, dan gue sempatkan
untuk berdoa di salah satu goa di samping altar gereja. Gue masuk semakin dalam
ke kompleks pekarangan malah ketemu kompleks pemakaman, gue jalan terus, yang
ada cuma warung-warung makan, gue jalan lagi, malah ketemu kompleks sekolah,
ketemu lagi semacam gedung serbaguna yang bentuknya terbuka, semacam pendopo
lah begitu. Gue jalan lagi dan lagi malah nemu toko-toko penjual souvenir,
karena gue ngga minat untuk beli souvenir, gue males kelilingi toko – toko
tersebut, tapi malahan gue sampai lagi di jalan raya. Gue makin bingung, dan
bertanya-tanya dalam hati, masa tempatnya Cuma seperti ini saja? Begitu gue kelilingi
toko-toko penjual souvenir tersebut, ternyata ada gapura yang tak lain dan tak
bukan adalah gerbang untuk masuk ke kompleks Gua Maria. Walah ternyata gue yang
bego.. Sebenarnya, sebelumnya gue sempat
tanya ke seorang di mana letak goa Maria nya dan orang tersebut sudah tunjukkan
arahnya, tapi gue masih aja bingung, mungkin pengaruh kurang aqua…lha kok malah
iklan…
Aula Terbuka Puhsarang |
Gerbang Goa Maria Puhsarang |
Goa Maria Puhsarang Kediri,
akhirnya gue sampai juga di lokasi yang tepat setelah sempat muter-muter ngga
jelas di kompleks tersebut. Teduh, damai, adem, ayem berada di tempat ini. Gue
makhluk yang penuh dosa ini jadi merasa tidak pantas berada di tempat se agung
ini. Damai hati ini begitu melihat patung Bunda Maria yang anggun seolah
menyambut semua anaknya yang hadir tidak peduli dia manusia penuh dosa atau manusia
yang penuh kesalahan, karena Dia adalah Bunda Yang Penuh Kasih dan Maha Pengampun. Begitu takjubnya gue atas
mahakarya ini, gue hanya bisa bersimpuh syukur karena gue masih diberi
kesempatan sampai di tempat yang damai ini. Gue bingung mau ngapain, pantaskah
gue berdoa ? Tapi gue yakin Tuhan senatiasa memantaskan umatnya untuk
berkomunikasi denganNya dengan caranya masing-masing. Satu pikiran gue, setelah
gue begitu takjub dengan tempat ini, gue akhirnya balik ke salah satu toko
souvenir, gue cuma bisa mempersembahkan sepasang lilin di hadapan Bunda Maria,
dan selanjutnya gue berdoa dengan cara gue. Gue duduk di salah satu bangku
panjang yang tersedia, gue pilih tempat teduh di bawah sebuah pohon tepat di
hadapan Patung Bunda Maria, sekitar setengah jam gue habiskan untuk bersemedi
merenungi diri dan berkomunikasi dengan Tuhan melalui sebuah doa dipandu dengan
setiap butiran manik-manik Rosario yang memang sudah gue bawa. Selesai berdoa,
gue masih sempat lihat-lihat kanan kiri, terlihat juga ada beberapa umat yang
dengan khusyuk memanjatkan doa kepada Bunda. Selanjutnya gue mulai explore lokasi di sekitar goa ini,
terdapat beberapa rumah-rumah yang disebut Pondok Rosaria, lengkap dengan setiap
peristiwa di dalamnya, Peristiwa Terang, Peristiwa Sedih, Peristiwa Gembira,
Peristiwa Mulia. Ada lagi yang menarik perhatian gue, yaitu patung-patung
sebesar ukuran manusia dewasa di bagian agak belakang kompleks goa ini, setelah
gue perhatikan ternyata itu adalah diorama Jalan Salib untuk mengenang sengsara
hingga wafat Tuhan Yesus Kristus. Gue langsung menuju ke tempat tersebut, gue
buka panduan jalan salib singkat dari buku doa yang gue bawa. Gue ikuti setiap
peristiwa, gue hayati memang pedih dan sangat berat penderitaan yang dialami
Tuhan Yesus di dunia ini menjelang wafatnya. Itulah juga gue sebagai manusia
biasa kadang terasa tidak ada apa-apanya dibanding perjuangan Tuhan Yesus dalam
hidupnya, seorang yang hendak menghadapi kematian harus menjalani sebuah kisah
sengsara yang begitu pilu. Kenapa gue kadang mudah menyerah menghadapi segala
permasalahan hidup gue, menghadapi beban hidup gue, menghadapi berbagai
persoalan dalam hidup gue. Bukankah semuanya demi segala sesuatu yang pasti
akan baik pada akhirnya. Itulah saat-saat kesabaran diuji, mental diuji,
kesetiaan diuji, dan segala aspek kehidupan diuji. Hidup itu memang berat
tetapi bukankah harus tetap dijalani menurut jalan yang sudah digariskan dalam
hidup gue, dalam setiap rencanaNya pasti akan indah pada waktunya.
Goa Maria Puhsarang |
Gue capek, dan hari menjelang sore,
kaki gue mulai ngelu, badan sudah banjir keringat sampai basah kuyup kaos
oblong yang gue pakai, dari perjalanan pagi buta, menyebrang lautan sampai
akhirnya gue sampai di Puhsarang. Akhirnya gue mengakhiri ziarah batin gue
untuk pada hari ini, gue kembali ke penginapan, gue istirahat, sebelumnya
mampir dulu di sebuah warung depan penginapan beli air mineral dan keperluan
untuk mandi. Sore itu gue tertidur dalam lelah….
Bangun tidur sudah menjelang jam
6 sore, terdengar suara hujan dari luar, dan ternyata sore itu gue tertidur
dalam suasana hujan. Pantes pules bener gue tidur. Gue mandi biar ngga bau
keringat. Bingung, rencana malam mau jalan-jalan di sekitar sambil cari makan
malam, tapi ternyata hujan. Seperti biasa kalau menghadapi situasi sperti ini gue
selalu bikin opsi, kalo sampai jam 8 malam masih hujan, artinya gue harus
pinjam payung ke penginapan daripada gue kelaparan di kamar. Dan ternyata
sebelum jam 8 hujan sudah reda tepat di saat cacing-cacing di perut gue mulai
berontak. Keluar kamar celingak-celinguk bingung
lagi karena suasana sekitar sepi sekali. Mana ini warung makan ? naluri gue
tertuju ke suara doa Rosario di sebuah rumah, dan di dekat rumah tersebut
warung-warung makan yang tadi siang gue lihat di ternyata masih buka. Gue
singgah di salah satu warung sederhana dengan seorang bapak muda yang mungkin
seusia dengan gue lagi asyik dengan kesibukannya di warungnya. Gue pesan sate babi satu porsi dengan teh panas untuk
menghangatkan badan yang masih terasa lelah ini. Tak berapa lama sudah
terhidang 10 tusuk sate dan sepiring nasi di hadapan gue. Di warung sederhana
ini gue tuntaskan lapar gue, tambah seporsi nasi karena gue emang lumayan
lapar. Dengan 21 ribu rupiah gue sudah kenyang. Sebenarnya gue ingin ke goa
Maria lagi untuk sekedar doa malam tapi gue urungkan niat itu, akhirnya gue
berdoa di dalam gereja dan kembali lagi ke penginapan untuk istirahat malam,
karena badan terasa lelah sekali dan besok pagi gue masih harus kembali melanjutkan
perjalanan ke Jogja untuk pulang ke rumah yang selalu gue rindukan. Tidur dulu
pemirsa…..ngantuk, capek.
Gue tidur lelap sampai terdengar
suara azan subuh dari Mesjid, sudah pagi rupanya. Mata kembali terbuka, badan
pun terjaga, gue bangun dengan nyaman sekali, hilang semua lelah gue. Hari ini
sudah Rabu 4 Mei. Rencana hari ini adalah doa pagi di Goa Maria, langsung
lanjut menuju stasiun Kediri untuk cetak tiket yang sudah gue booking secara
online beberapa waktu yang lalu. Seperti biasa kalau pagi adalah membuang
metabolisme tubuh yang mulai menumpuk dan membersihkan badan, mandi. Selesai
semua, gue keluar kamar jalan ke gereja, tidak ada misa pagi rupanya, atau gue
yang tidak tahu. Sepi suasana, hanya sedikit lalu lalang kendaraan. Suasana
benar-benar belum menggeliat di pagi ini, deretan toko penjual souvenir juga
masih tertutup, hanya ada satu dua yang sudah terbuka. Suasana khas pagi di
pedesaan, masih tersisa air hujan semalam yang meninggalkan basah di tanah,
rumput dan daun. Gue awali pagi ini dengan doa pagi di depan goa. Setelah
sebelumnya sempat membeli lilin dan sebuah dirigen kecil untuk tempat air suci
karena kakak gue titip minta dibawakan air suci. Ambil air suci, gue
persembahkan di depan Bunda Maria beserta sepasang lilin yang gue nyalakan. Gue
berdoa untuk mengawali seluruh perjalanan etape terakhir gue hari ini. Selesai
semuanya, gue balik lagi ke penginapan, sambutan pemilik penginapan sangat
baik, pagi itu gue sudah disiapkan sarapan di ruang makan. Gue menuju ruang
makan, tersedia teh, kopi, dan nasi beserta lauk pauk sederhana tapi berkelas.
Gue seduh teh manis panas agar kondisi gue fit terus. Meja makan tersedia nasi
pecel dan tempe goreng, khas Jawa Timur banget, ajib ini………. Ke Jawa Timur dan
tidak makan pecel rasanya ada yang kurang. Selesai sarapan, gue balik ke kamar
untuk packing. Perjalanan gue mulai lagi pagi ini. Gue gendong lagi ransel, gue
check out pagi ini juga, sekitar jam
8 pagi. Ambil KTP yang ditahan sebagai jaminan sewa kamar, bayar ongkos sewa,
gue pamit dengan penginapan ini, wisma Mbah Kung. Berdasar info dari ibu
pengurus penginapan, gue harus naik ojek untuk menuju ke stasiun Kediri, dan
dia bersedia mencarikan ojek, terima kasih. Banyak orang baik di luar sana. Di
depan penginapan rupanya ada kerja bakti dan ada seorang yang bersedia menjadi
ojek bagi gue, walaupun sepertinya dia bukan berprofesi sebagai tukang ojek.
Bagaimana gue tahu ? karena pas gue tanya ongkos untuk menuju stasiun Kediri,
dia juga bingung mau jawab berapa, dan gue juga bingung mau kasih ongkos
berapa. Lha piye iki ? akhirnya deal sepakat 30 ribu berdasarkan masukan ibu
pengurus penginapan.
Dengan matic Honda Vario gue
dibonceng menuju stasiun. Bye
Puhsarang, semoga lain waktu gue bisa kembali berkunjung ke tempat ini lagi.
Selamat Jalan Puhsarang |
Eksekutif 1 Malioboro Ekspress |
Gue ngga tahu di mana letak
stasiun Kediri, seberapa jauh juga nggak tahu. Gue pikir pasti ga terlalu jauh
dari terminal Kediri. Ternyata masih jauh masuk ke arah kota dan muter-muter
karena sepertinya banyak jalan satu arah di kota ini. Kotanya bagus, rapi, dan
khas suasana kota-kota kecil lainnya di Jawa yang pernah gue kunjungi.
Perjalanan sekitar setengah jam, akhirnya sampai di stasiun, bayar ongkos, dan
tak lupa terima kasih kepada mas ojek. Stasiun masih sepi, gue langsung cetak
tiket di mesin cetak mandiri, trus gue mati gaya, bingung mau ngapain, lha
masih jam 9 pagi dan kereta gue dijadwalkan datang jam setengah 12 siang.
Kereta Malioboro Ekspress dari Malang tujuan akhir Yogyakarta Tugu. Gue
duduk-duduk saja di ruang tunggu, tapi gue bosan. Sebenarnya rencana mau ke
monumen di simpang lima Gumul Kediri, tapi ternyata jauh dari stasiun, dan gue
sudah males untuk keluar ongkos untuk sewa ojek atau taksi. Dan akhirnya gue
batalkan rencana itu, gue memilih keluar dari stasiun dan jalan-jalan
muter-muter di sekitaran stasiun, lihat-lihat suasana kota ini. Gue jalan muter
sekitar 4 km di siang yang panas itu. Sampai kembali ke stasiun, gue mandi
keringat, basah kuyup kaos yang gue pake. Ngadem lagi di ruang tunggu stasiun
sampai kereta tiba, sekalian cuci mata. Sekitar jam 11 sudah ada pengumuman
bagi para calon penumpang Malioboro Ekspress bisa masuk ke wilayah
pemberangkatan kereta, gue masuk ke dalam setelah sebelumnya beli sepotong Roti
O dan sebotol air mineral untuk ganjel perut. Sekitar jam setengah 12 lewat
sedikit kereta api pun tiba, gue masuk gerbong eksekutif 1, kursi 13 B,
Malioboro Ekspress pun membawa gue menuju Yogyakarta. Sekitar 4,5 jam
perjalanan melalui Kertosono, Nganjuk, Madiun, Sragen, Solo, Klaten, perjalanan
gue berakhir di stasiun Yogyakarta Tugu sekitar jam setengah 4 sore, dan
setelah menembus macetnya kota Jogja dengan taksi, sejam kemudian gue sampai di
rumah tercinta.
Empat hari di rumah, melepas
rindu dengan orang tua dan keluarga, gue kembali ke Makassar Minggu petang,
Garuda Indonesia GA 677 Boeing 737 800NG membawa gue terbang menuju Makassar
tempat gue mencari nafkah untuk calon keluarga dan masa depan gue kelak.
Menjelang tengah malam gue mendarat mulus lagi di Sultan Hassanudin
International Airport di Maros, dijemput sahabat-sahabat gue di Makassar. :)
Lancarlah perjalanan gue, Thanks.
Selesai.
Puhsarang Dalam Foto :
Wonderful Indonesia !