Selasa subuh 3 Mei 2016 . Bangun
setengah 5 pagi, masih ngantuk setelah tadi malam nonton AADC 2 di XX1 sampai
jam 11 malem. Gue harus bangun pagi demi Lion Air JT801 yang harus take off jam
6.40 wita untuk terbang membawa gue ke Juanda Sidoarjo. Jam 5 lewat dikit sudah
ada sobat gue yang siap antar ke bandara tapi nggak gratis, lha iyalah, kan nganternya
pake mobil, mobil butuh bensin dan bensin harus dibeli dengan uang, emang mbahmu bakul bensin piye….
Lion Air (Sumber : google) |
Sampai bandara Internasional
Sultan Hasannudin di Maros, gue santai ngga buru-buru dan ngga biri-biri
apalagi bere-bere dan bara bere…halah opo
meneh iki…. Wis ojo ngelantur, jomblo kok ngelantur ae cuk… Berbekal ransel Deuter biru kesayangan gue, yang sudah gue isi baju, kaos, celana
pendek, celana panjang, dan tak lupa celana dalam, gue siap terbang menyeberang
ke Jawa lagi, ke tanah tumpah darah gue. Masuk bandara enggak pake antri check in dulu, secara gue udah check in dari kantor Lion sehari
sebelumnya karena gue tau kalo check in di
bandara pasti antri lama dan kaki gue sayang kalo Cuma harus berdiri sia-sia
demi sebuah kursi di pesawat. Jadi gue langsung masuk ke ruang tunggu. Oiya,
kebetulan gue juga tidak nitip barang di bagasi pesawat secara punggung tua gue
ini masih sanggup untuk dibebani ransel yang beratnya mungkin hampir 10 kg ini,
paling-paling kalo nggak kuat besoknya gue kena encok. Gue belum sarapan tapi itu nggak penting,
secara gue udah kencing dan berak di kost. Saat perut masih kosong panggilan
untuk boarding sudah menggema, eh tumben ini maskapai kok ga delay, karena maskapai satu ini punya
reputasi delay yang bagus di republik
ini. Duduk di kelas ekonomi dekat seorang gadis…maunya sih, tapi ternyata dekat
dengan seorang anggota TNI…heheheeee… Seperti biasa, pesawat pushback, taxi, and then take off. Juanda Sidoarjo I am coming again and again and alone again, setelah sekali pernah
ngga alone kali ini alone again, tapi alone alias sendiri aka dewekan
maning lebih baik yang penting endingnya
bagus daripada couple tapi endingnya
malah runyam, yang ada jadi makan hati dan perasaan serta martabat dan harkat
gue yang diinjak-injak bagaikan orang bikin tempe ….Asu..!
Setelah puas memandangi langit biru dan
mbak-mbak pramugari yang lentik-lentik, akhirnya pesawat landing juga di Sidoarjo yang terkenal dengan kelezatan krupuk
udangnya. Selamat jalan dan ucapan terima kasih dari mbak pramugari mengantarku
turun dari boeing 737 900ER, sampai jumpa lagi di pelaminan mbak
pramugari….daaaahhhh….muach…cipok basah di pipi… Sampai di bandara tujuan ada
ritual wajib yang harus gue lakukan yaitu pipis, karena dinginnya AC pesawat
membuat isi kantung kemih ini bergolak untuk segera dibuang di tempat yang
sudah ditentukan, bukan di ban truk yang sedang parkir seperti yang sering gue
lakukan dulu kalo melakukan perjalanan dengan bis malam dalam situasi terjebak
macet. Sekarang harus lebih beradab sesuai sila kedua Pancasila, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab. Opo maneh iki,
kok malah bahas PPKn..
Damri Juanda Ilustrasi (sumber : google) |
Tiket Damri (pribadi) |
Lanjut lagi di darat. Sesosok
Damri Mitsubishi Canter karoseri Restu Ibu Bogor siap membawa gue menuju
terminal Bungurasih Sidoarjo dengan mahar tjukup 25 ribu rupiah saja. Setelah
sekitar sejam menembus macetnya Sidoarjo, karena memang pas dengan orang yang
akan berangkat bekerja, akhirnya kakiku kembali menginjak pelataran terminal
yang konon pernah menjadi terminal termegah se Asia Tenggara ini. Di tempat
yang penuh akan kenangan ini ada ritual wajib yang biasa gue lakukan juga,
yaitu makan soto. Dan tak lupa, pipis juga. Ada yang berubah dari sosok terminal
ini, iya, kamu sekarang berubah. Walau belum 100 persen sempurna tapi terlihat
lebih rapi, cuma sekarang kelihatannya pentas musik dangdutnya dihilangkan,
atau belum mulai gue ngga tau. Pas gue mau tanya sama petugas terminal tentang
musik dangdut, gue bingung karena gue sendiri ngga suka dengan musik dangdut,
tapi kalau lihat penampilan artis dangdut yang cewek gue tetep suka. Lha kok
jadi mbahas dangdut, lha embuh. Tapi yang bagian cerita
dangdut ini gue ngarang dan gue 100
persen bohong. Gue langsung menuju ke ruang tunggu di mana sekarang terdapat
kaca yang besar, jadi kita bisa lihat pemberangkatan bis AKDP dan AKAP dari
balik kaca, walaupun masih agak panas tempatnya karena tidak ada AC apalagi
kipas angin yang sepoi-sepoi. Tujuan gue kali ini bukan langsung pulang ke
Jogja, tapi Kediri, kabupaten di Jawa Timur yang letaknya agak ke barat selatan
(kalo ngga salah barat laut sebutannya), gue mau pergi menyepi di tempat ziarah
Goa Maria Puhsarang Kediri. Diantara hiruk pikuk pemberangkatan bis Jawa Timuran,
mata gue langsung tertuju pada bis dengan warna dominan putih dan sedikit merah
kombinasi orange, bis Patas Harapan Jaya. Bis ini jurusan Surabaya Trenggalek
dan tentu saja melewati Kediri lebih dulu. Harapan Jaya sudah tampak terparkir
di area pemberangkatan tujuan Kediri, tapi gue ngga langsung menuju bis yang
terparkir tersebut, gue tunggu bis yang di belakangnya, masih bis yang sama
juga. Begitu gue keluar dari ruang tunggu, gue berasa jadi artis, karena di
luar sudah disambut oleh para crew bis yang sibuk menawarkan jasanya bisnya
kepada calon penumpang. Tapi gue sudah biasa dengan situasi ini, dan jurus cuek
dan sedikit lambaian tangan tanda penolakan gue selalu berhasil memPHP para
crew ini, karena gue sudah yakin dengan pilihan gue. Masuk ke dalam bis, gue
cari kursi kosong, bukan untuk gue bawa
pulang tapi untuk gue dudukin dari Sidoarjo ke Kediri. Gue duduk di baris
kediua sebelah kiri, sebenarnya pengin duduk di kursi terdepan tapi sudah ada
yang isi, mau gue usir penumpang tersebut tapi gue malu dan yang pasti gue ngga
tega, gue harus sportif terima kekalahan ini, gue ngga bisa duduk di deretan
terdepan. Bis ngetem sekitar sejam, entah berapa puluh pedagan asongan yang gue
cuekin, juga para musisi jalanan yang selalu menghibur para penumpang dengan
menyanyi lagu-lagu yang saat ini lagi jadi top hits di radio, tapi maaf, gue
lupa bawa uang receh, jadi terpaksa gue tidak bisa bersedekah untuk para musisi
jalanan ini. Sambil menunggu bis berangkat, gue teringat memori lama yang saat
ini mungkin sudah hilang dalam setiap perjalanan gue, karena sejak gue tinggal
di Makassar, gue biasa langsung terbang point ke point, maksudnya dari kota
keberangkatan langsung ke kota tujuan, dan gue selalu dihadapkan dengan
kenyamanan dari sebuah layanan di bandara yang selalu tertib dan teratur.
Sekitar jam 10 pagi bis berangkat dari terminal Bungurasih dan siap membawa gue
dan semua penumpang menuju Kediri, kabupaten yang baru pertama kali aku injak
seumur hidup gue ini. Seluruh kursi terisi penumpang, tersenyumlah pak sopir
dan kondektur dengan kenyataan ini, Puji Tuhan lancar setoran, juragannya pun
akan senang. Rute seperti biasa, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Kertosono,
Kediri, cukup dibayar dengan harga tiket 30 ribu rupiah, dengan fasilitas AC,
dan lama perjalanan sekitar 3 jam. Sepanjang perjalanan pak sopir membawa bis
dengan kalem dan cekatan, tidak seperti bis patas yang ke arah Solo atau Jogja
yang biasanya langsung gas pol, kali ini bener-bener tipikal santai tapi tepat
waktu, yang akhirnya sukses mengantar gue sampai di kabupaten Kediri. Gue
akhiri perjalanan dengan Harapan Jaya di terminal kabupaten Kediri. Terima
kasih pak sopir. Turun di terminal gue langsung disambut tukang ojek yang siap
menawarkan jasanya, tapi terpaksa gue tolak dulu walaupun terus terang gue
butuh ojek karena tidak ada angkutan lain selain ojek. Bukan tanpa alasan,
perut gue mulai lapar dan saat ini pas menunjukkan waktu makan siang walau
sudah agak telat. Gue muter-muter cari warung yang kira-kira bisa menjadi
tempat makan dan istirahat sejenak. Akhirnya gue bisa makan, sayur asem dan
telur dadar tambah sebotol air mineral gue tebus dengan 10 ribu rupiah, cukup
membuat gue kenyang dan siap melanjutkan perjalanan ke tujuan. Goa Maria Puhsarang
sudah di depan mata, tinggal selangkah lagi. Waluapun gue belum pernah ke sana,
tapi dari literatur yang gue dapat dari google tempatnya tidak jauh dari
terminal. Oiya, gue juga sempat bertanya kepada Ibu penjaga toilet di terminal
tentang seberapa jauh Puhsarang dari terminal ini, beliau bilang agak jauh,
sekitar 5 km, padahal gue pikir kalo Cuma 2-3 km gue mau jalan kaki saja ke
sana, akhirnya pilihan terakhir adalah ojek, dan ibu penjaga toilet juga
mengatakan angkutan yang ada ya hanya ojek itu. Ternyata google tetap masih
kalah dengan penduduk lokal. Mantap euy….
Patas Harapan Jaya (sumber : poharapanjaya.com) |
Tiket Bus Patas Harapan Jaya (pribadi) |
Terminal Tamanan Kediri (sumber : google) |
Jalan keluar terminal langsung
gue dipanggil salah satu tukang ojek yang sudah mangkal di sana, tawar menawar
harga gue ditembak 25 ribu rupiah, sempat gue tawar 20 ribu tapi dia tetep kekeuh
dengan tarifnya, ya sudah gue ngalah, gue bayar yang penting gue diantar dengan
selamat sampai di tujuan.
Ngojek sekitar 15 menit, akhirnya
gue sampai di Goa Maria Puhsarang. Gue pengin menyepi sejenak dari rutinitas
dan dari penatnya masalah yang akhir-akhir ini selalu hinggap dalam kehidupan
gue. Ya, gue mau berdoa dan beristirahat sejenak di tempat ini, gue mau tenang
dulu.
Gereja Puhsarang Kediri (pribadi) |
to be continued.....
No comments:
Post a Comment