Saturday 25 June 2016

Makassar Sidoarjo Kediri Jogja 2



Duduk di boncengan sepeda motor dari bapak ojek membawa gue meninggalkan terminal Kediri menuju Puhsarang. Gue nurut aja mau lewat mana yang pasti tujuannya  adalah Puhsarang, bukan yang lain dan gue percaya bapak ojek pasti akan nganterin gue sampai ke sana dengan selamat sehat walafiat dan tidak kurang satu apapun. Selama perjalanan sesekali bapak ojek kepo-kepo sedikit ke gue, sambil gue menikmati pemandangan di sekitar selama pengojekan ini. Sama seperti ciri khas landscape di Jawa pada umumnya suasana selama perjalanan singkat ini.
Gereja Puhsarang

Jl. Puhsarang
Setelah melewati beberapa papan nama yang menunjukkan arah menuju Puhsarang, akhirnya gue sampai di sebuah gapura , semacam petunjuk akhir kalau Puhsarang sudah di depan mata, dan akhirnya tepat setelah gue dan bapak ojek melewati gerbang itu, motor berhenti di sebuah pintu masuk sebuah halaman yang tidak lain dan tidak bukan adalah gerbang masuk gereja Puhsarang. Turun dari motor, tak lupa bayar dan ucapkan terima kasih kepada bapak ojek, gue masih sempat tanya tentang penginapan di sekitar sini, dan bapak ojek menunjuk ke sebuah rumah tepat di gerbang tadi, ya, gue diarahkan ke sebuah homestay “Mbah Kung Homestay”, rekomendasi dari bapak ojek. Dan lagi-lagi kebaikan dan pengetahuan masyarakat setempat lebih yahud daripada gue repot-repot searching dari google. Gue terpana dengan uniknya arsitektur dan khasnya bangunan di Puhsarang ini, begitu khas dan punya karakter sendiri. Karena agak lelah dengan beban di punggung gue yang sedari tadi gue pake buat gendong ransel, akhirnya gue langsung masuk ke homestay untuk cari kamar. Sebuah kamar masih tersedia buat gue. Ya jelaslah, kebetulan juga penginapan itu emang lagi sepi. Dengan harga 85 ribu untuk sebuah kamar dengan single bed yang cukup lebar dan ternyata masih ada ekstra bed di bawah tempat tidur, gue kaget dan surprised, murah sekali. Belum kamar mandi lengkap dengan kloset duduk yang sangat bersih, lantai keramik yang bersih, dan tentunya tempat tidur yang bersih pula, recommended ini homestay, bintang 5 deh. Edun…. Lagi-lagi, info masyarakat lokal emang yang paling terpercaya, dan percayalah, banyak orang baik di luar sana kawan !
Homestay mBah Kung

Kamar Mandi Homestay

Kamarnya 
Setelah bersih-bersih badan dan baring-baring sebentar, gue keluar kamar dan menuju ke kompleks peziarahan, cukup jalan kaki, lha wong deket banget masa mau naik ojek lagi. Masuk ke kompleks peziarahan ini, yang pertama dan menarik adalah arsitektur bangunannya, khas sekali dengan penataan yang sedikit rumit. Hampir semua tembok bangunan dibuat dari batu kali, bukan dengan bata merah pada umumnya. Unik deh. Gereja yang unik, kecil, terbuka, tapi tetap terlihat sakral. Pas gue masuk, gue sempat bingung, di mana ini letak gua Maria yang selalu diagung-agungkan keindahannya itu ? karena pas gue masuk ke gereja, cuma gue temukan gua kecil di samping kanan dan kiri gereja, dan gue sempatkan untuk berdoa di salah satu goa di samping altar gereja. Gue masuk semakin dalam ke kompleks pekarangan malah ketemu kompleks pemakaman, gue jalan terus, yang ada cuma warung-warung makan, gue jalan lagi, malah ketemu kompleks sekolah, ketemu lagi semacam gedung serbaguna yang bentuknya terbuka, semacam pendopo lah begitu. Gue jalan lagi dan lagi malah nemu toko-toko penjual souvenir, karena gue ngga minat untuk beli souvenir, gue males kelilingi toko – toko tersebut, tapi malahan gue sampai lagi di jalan raya. Gue makin bingung, dan bertanya-tanya dalam hati, masa tempatnya Cuma seperti ini saja? Begitu gue kelilingi toko-toko penjual souvenir tersebut, ternyata ada gapura yang tak lain dan tak bukan adalah gerbang untuk masuk ke kompleks Gua Maria. Walah ternyata gue yang bego.. Sebenarnya, sebelumnya  gue sempat tanya ke seorang di mana letak goa Maria nya dan orang tersebut sudah tunjukkan arahnya, tapi gue masih aja bingung, mungkin pengaruh kurang aqua…lha kok malah iklan…
Aula Terbuka Puhsarang


Gerbang Goa Maria Puhsarang

Goa Maria Puhsarang Kediri, akhirnya gue sampai juga di lokasi yang tepat setelah sempat muter-muter ngga jelas di kompleks tersebut. Teduh, damai, adem, ayem berada di tempat ini. Gue makhluk yang penuh dosa ini jadi merasa tidak pantas berada di tempat se agung ini. Damai hati ini begitu melihat patung Bunda Maria yang anggun seolah menyambut semua anaknya yang hadir tidak peduli dia manusia penuh dosa atau manusia yang penuh kesalahan, karena Dia adalah Bunda Yang Penuh Kasih dan  Maha Pengampun. Begitu takjubnya gue atas mahakarya ini, gue hanya bisa bersimpuh syukur karena gue masih diberi kesempatan sampai di tempat yang damai ini. Gue bingung mau ngapain, pantaskah gue berdoa ? Tapi gue yakin Tuhan senatiasa memantaskan umatnya untuk berkomunikasi denganNya dengan caranya masing-masing. Satu pikiran gue, setelah gue begitu takjub dengan tempat ini, gue akhirnya balik ke salah satu toko souvenir, gue cuma bisa mempersembahkan sepasang lilin di hadapan Bunda Maria, dan selanjutnya gue berdoa dengan cara gue. Gue duduk di salah satu bangku panjang yang tersedia, gue pilih tempat teduh di bawah sebuah pohon tepat di hadapan Patung Bunda Maria, sekitar setengah jam gue habiskan untuk bersemedi merenungi diri dan berkomunikasi dengan Tuhan melalui sebuah doa dipandu dengan setiap butiran manik-manik Rosario yang memang sudah gue bawa. Selesai berdoa, gue masih sempat lihat-lihat kanan kiri, terlihat juga ada beberapa umat yang dengan khusyuk memanjatkan doa kepada Bunda. Selanjutnya gue mulai explore lokasi di sekitar goa ini, terdapat beberapa rumah-rumah yang disebut Pondok Rosaria, lengkap dengan setiap peristiwa di dalamnya, Peristiwa Terang, Peristiwa Sedih, Peristiwa Gembira, Peristiwa Mulia. Ada lagi yang menarik perhatian gue, yaitu patung-patung sebesar ukuran manusia dewasa di bagian agak belakang kompleks goa ini, setelah gue perhatikan ternyata itu adalah diorama Jalan Salib untuk mengenang sengsara hingga wafat Tuhan Yesus Kristus. Gue langsung menuju ke tempat tersebut, gue buka panduan jalan salib singkat dari buku doa yang gue bawa. Gue ikuti setiap peristiwa, gue hayati memang pedih dan sangat berat penderitaan yang dialami Tuhan Yesus di dunia ini menjelang wafatnya. Itulah juga gue sebagai manusia biasa kadang terasa tidak ada apa-apanya dibanding perjuangan Tuhan Yesus dalam hidupnya, seorang yang hendak menghadapi kematian harus menjalani sebuah kisah sengsara yang begitu pilu. Kenapa gue kadang mudah menyerah menghadapi segala permasalahan hidup gue, menghadapi beban hidup gue, menghadapi berbagai persoalan dalam hidup gue. Bukankah semuanya demi segala sesuatu yang pasti akan baik pada akhirnya. Itulah saat-saat kesabaran diuji, mental diuji, kesetiaan diuji, dan segala aspek kehidupan diuji. Hidup itu memang berat tetapi bukankah harus tetap dijalani menurut jalan yang sudah digariskan dalam hidup gue, dalam setiap rencanaNya pasti akan indah pada waktunya. 
Goa Maria Puhsarang
Gue capek, dan hari menjelang sore, kaki gue mulai ngelu, badan sudah banjir keringat sampai basah kuyup kaos oblong yang gue pakai, dari perjalanan pagi buta, menyebrang lautan sampai akhirnya gue sampai di Puhsarang. Akhirnya gue mengakhiri ziarah batin gue untuk pada hari ini, gue kembali ke penginapan, gue istirahat, sebelumnya mampir dulu di sebuah warung depan penginapan beli air mineral dan keperluan untuk mandi. Sore itu gue tertidur dalam lelah….
Bangun tidur sudah menjelang jam 6 sore, terdengar suara hujan dari luar, dan ternyata sore itu gue tertidur dalam suasana hujan. Pantes pules bener gue tidur. Gue mandi biar ngga bau keringat. Bingung, rencana malam mau jalan-jalan di sekitar sambil cari makan malam, tapi ternyata hujan. Seperti biasa kalau menghadapi situasi sperti ini gue selalu bikin opsi, kalo sampai jam 8 malam masih hujan, artinya gue harus pinjam payung ke penginapan daripada gue kelaparan di kamar. Dan ternyata sebelum jam 8 hujan sudah reda tepat di saat cacing-cacing di perut gue mulai berontak. Keluar kamar celingak-celinguk bingung lagi karena suasana sekitar sepi sekali. Mana ini warung makan ? naluri gue tertuju ke suara doa Rosario di sebuah rumah, dan di dekat rumah tersebut warung-warung makan yang tadi siang gue lihat di ternyata masih buka. Gue singgah di salah satu warung sederhana dengan seorang bapak muda yang mungkin seusia dengan gue lagi asyik dengan kesibukannya di warungnya. Gue pesan  sate babi satu porsi dengan teh panas untuk menghangatkan badan yang masih terasa lelah ini. Tak berapa lama sudah terhidang 10 tusuk sate dan sepiring nasi di hadapan gue. Di warung sederhana ini gue tuntaskan lapar gue, tambah seporsi nasi karena gue emang lumayan lapar. Dengan 21 ribu rupiah gue sudah kenyang. Sebenarnya gue ingin ke goa Maria lagi untuk sekedar doa malam tapi gue urungkan niat itu, akhirnya gue berdoa di dalam gereja dan kembali lagi ke penginapan untuk istirahat malam, karena badan terasa lelah sekali dan besok pagi gue masih harus kembali melanjutkan perjalanan ke Jogja untuk pulang ke rumah yang selalu gue rindukan. Tidur dulu pemirsa…..ngantuk, capek.
Gue tidur lelap sampai terdengar suara azan subuh dari Mesjid, sudah pagi rupanya. Mata kembali terbuka, badan pun terjaga, gue bangun dengan nyaman sekali, hilang semua lelah gue. Hari ini sudah Rabu 4 Mei. Rencana hari ini adalah doa pagi di Goa Maria, langsung lanjut menuju stasiun Kediri untuk cetak tiket yang sudah gue booking secara online beberapa waktu yang lalu. Seperti biasa kalau pagi adalah membuang metabolisme tubuh yang mulai menumpuk dan membersihkan badan, mandi. Selesai semua, gue keluar kamar jalan ke gereja, tidak ada misa pagi rupanya, atau gue yang tidak tahu. Sepi suasana, hanya sedikit lalu lalang kendaraan. Suasana benar-benar belum menggeliat di pagi ini, deretan toko penjual souvenir juga masih tertutup, hanya ada satu dua yang sudah terbuka. Suasana khas pagi di pedesaan, masih tersisa air hujan semalam yang meninggalkan basah di tanah, rumput dan daun. Gue awali pagi ini dengan doa pagi di depan goa. Setelah sebelumnya sempat membeli lilin dan sebuah dirigen kecil untuk tempat air suci karena kakak gue titip minta dibawakan air suci. Ambil air suci, gue persembahkan di depan Bunda Maria beserta sepasang lilin yang gue nyalakan. Gue berdoa untuk mengawali seluruh perjalanan etape terakhir gue hari ini. Selesai semuanya, gue balik lagi ke penginapan, sambutan pemilik penginapan sangat baik, pagi itu gue sudah disiapkan sarapan di ruang makan. Gue menuju ruang makan, tersedia teh, kopi, dan nasi beserta lauk pauk sederhana tapi berkelas. Gue seduh teh manis panas agar kondisi gue fit terus. Meja makan tersedia nasi pecel dan tempe goreng, khas Jawa Timur banget, ajib ini………. Ke Jawa Timur dan tidak makan pecel rasanya ada yang kurang. Selesai sarapan, gue balik ke kamar untuk packing. Perjalanan gue mulai lagi pagi ini. Gue gendong lagi ransel, gue check out pagi ini juga, sekitar jam 8 pagi. Ambil KTP yang ditahan sebagai jaminan sewa kamar, bayar ongkos sewa, gue pamit dengan penginapan ini, wisma Mbah Kung. Berdasar info dari ibu pengurus penginapan, gue harus naik ojek untuk menuju ke stasiun Kediri, dan dia bersedia mencarikan ojek, terima kasih. Banyak orang baik di luar sana. Di depan penginapan rupanya ada kerja bakti dan ada seorang yang bersedia menjadi ojek bagi gue, walaupun sepertinya dia bukan berprofesi sebagai tukang ojek. Bagaimana gue tahu ? karena pas gue tanya ongkos untuk menuju stasiun Kediri, dia juga bingung mau jawab berapa, dan gue juga bingung mau kasih ongkos berapa. Lha piye iki ? akhirnya deal sepakat 30 ribu berdasarkan masukan ibu pengurus penginapan.
Dengan matic Honda Vario gue dibonceng menuju stasiun. Bye Puhsarang, semoga lain waktu gue bisa kembali berkunjung ke tempat ini lagi.
Selamat Jalan Puhsarang

Eksekutif 1 Malioboro Ekspress
Gue ngga tahu di mana letak stasiun Kediri, seberapa jauh juga nggak tahu. Gue pikir pasti ga terlalu jauh dari terminal Kediri. Ternyata masih jauh masuk ke arah kota dan muter-muter karena sepertinya banyak jalan satu arah di kota ini. Kotanya bagus, rapi, dan khas suasana kota-kota kecil lainnya di Jawa yang pernah gue kunjungi. Perjalanan sekitar setengah jam, akhirnya sampai di stasiun, bayar ongkos, dan tak lupa terima kasih kepada mas ojek. Stasiun masih sepi, gue langsung cetak tiket di mesin cetak mandiri, trus gue mati gaya, bingung mau ngapain, lha masih jam 9 pagi dan kereta gue dijadwalkan datang jam setengah 12 siang. Kereta Malioboro Ekspress dari Malang tujuan akhir Yogyakarta Tugu. Gue duduk-duduk saja di ruang tunggu, tapi gue bosan. Sebenarnya rencana mau ke monumen di simpang lima Gumul Kediri, tapi ternyata jauh dari stasiun, dan gue sudah males untuk keluar ongkos untuk sewa ojek atau taksi. Dan akhirnya gue batalkan rencana itu, gue memilih keluar dari stasiun dan jalan-jalan muter-muter di sekitaran stasiun, lihat-lihat suasana kota ini. Gue jalan muter sekitar 4 km di siang yang panas itu. Sampai kembali ke stasiun, gue mandi keringat, basah kuyup kaos yang gue pake. Ngadem lagi di ruang tunggu stasiun sampai kereta tiba, sekalian cuci mata. Sekitar jam 11 sudah ada pengumuman bagi para calon penumpang Malioboro Ekspress bisa masuk ke wilayah pemberangkatan kereta, gue masuk ke dalam setelah sebelumnya beli sepotong Roti O dan sebotol air mineral untuk ganjel perut. Sekitar jam setengah 12 lewat sedikit kereta api pun tiba, gue masuk gerbong eksekutif 1, kursi 13 B, Malioboro Ekspress pun membawa gue menuju Yogyakarta. Sekitar 4,5 jam perjalanan melalui Kertosono, Nganjuk, Madiun, Sragen, Solo, Klaten, perjalanan gue berakhir di stasiun Yogyakarta Tugu sekitar jam setengah 4 sore, dan setelah menembus macetnya kota Jogja dengan taksi, sejam kemudian gue sampai di rumah tercinta.

Empat hari di rumah, melepas rindu dengan orang tua dan keluarga, gue kembali ke Makassar Minggu petang, Garuda Indonesia GA 677 Boeing 737 800NG membawa gue terbang menuju Makassar tempat gue mencari nafkah untuk calon keluarga dan masa depan gue kelak. Menjelang tengah malam gue mendarat mulus lagi di Sultan Hassanudin International Airport di Maros, dijemput sahabat-sahabat gue di Makassar. :)


Lancarlah perjalanan gue, Thanks.
Selesai.

Puhsarang Dalam Foto :






























Wonderful Indonesia !

Tuesday 7 June 2016

Makassar Sidoarjo Kediri Jogja 1



Selasa subuh 3 Mei 2016 . Bangun setengah 5 pagi, masih ngantuk setelah tadi malam nonton AADC 2 di XX1 sampai jam 11 malem. Gue harus bangun pagi demi Lion Air JT801 yang harus take off jam 6.40 wita untuk terbang membawa gue ke Juanda Sidoarjo. Jam 5 lewat dikit sudah ada sobat gue yang siap antar ke bandara tapi nggak gratis, lha iyalah, kan nganternya pake mobil, mobil butuh bensin dan bensin harus dibeli dengan uang, emang mbahmu bakul bensin piye….
Lion Air (Sumber : google)
 Sampai bandara Internasional Sultan Hasannudin di Maros, gue santai ngga buru-buru dan ngga biri-biri apalagi bere-bere dan bara bere…halah opo meneh iki…. Wis ojo ngelantur, jomblo kok ngelantur ae cuk…  Berbekal ransel Deuter biru kesayangan gue, yang sudah gue isi baju, kaos, celana pendek, celana panjang, dan tak lupa celana dalam, gue siap terbang menyeberang ke Jawa lagi, ke tanah tumpah darah gue. Masuk bandara enggak pake antri check in dulu, secara gue udah check in dari kantor Lion sehari sebelumnya karena gue tau kalo check in di bandara pasti antri lama dan kaki gue sayang kalo Cuma harus berdiri sia-sia demi sebuah kursi di pesawat. Jadi gue langsung masuk ke ruang tunggu. Oiya, kebetulan gue juga tidak nitip barang di bagasi pesawat secara punggung tua gue ini masih sanggup untuk dibebani ransel yang beratnya mungkin hampir 10 kg ini, paling-paling kalo nggak kuat besoknya gue kena encok.  Gue belum sarapan tapi itu nggak penting, secara gue udah kencing dan berak di kost. Saat perut masih kosong panggilan untuk boarding sudah menggema, eh tumben ini maskapai kok ga delay, karena maskapai satu ini punya reputasi delay yang bagus di republik ini. Duduk di kelas ekonomi dekat seorang gadis…maunya sih, tapi ternyata dekat dengan seorang anggota TNI…heheheeee… Seperti biasa, pesawat pushback, taxi, and then take off. Juanda Sidoarjo I am coming again and again and alone again, setelah sekali pernah ngga alone kali ini alone again, tapi alone alias sendiri aka dewekan maning lebih baik yang penting endingnya bagus daripada couple tapi endingnya malah runyam, yang ada jadi makan hati dan perasaan serta martabat dan harkat gue yang diinjak-injak bagaikan orang bikin tempe ….Asu..!

Setelah puas memandangi langit biru dan mbak-mbak pramugari yang lentik-lentik, akhirnya pesawat landing juga di Sidoarjo yang terkenal dengan kelezatan krupuk udangnya. Selamat jalan dan ucapan terima kasih dari mbak pramugari mengantarku turun dari boeing 737 900ER, sampai jumpa lagi di pelaminan mbak pramugari….daaaahhhh….muach…cipok basah di pipi… Sampai di bandara tujuan ada ritual wajib yang harus gue lakukan yaitu pipis, karena dinginnya AC pesawat membuat isi kantung kemih ini bergolak untuk segera dibuang di tempat yang sudah ditentukan, bukan di ban truk yang sedang parkir seperti yang sering gue lakukan dulu kalo melakukan perjalanan dengan bis malam dalam situasi terjebak macet. Sekarang harus lebih beradab sesuai sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Opo maneh iki, kok malah bahas PPKn..

Damri Juanda Ilustrasi (sumber : google)


Tiket Damri (pribadi)

Lanjut lagi di darat. Sesosok Damri Mitsubishi Canter karoseri Restu Ibu Bogor siap membawa gue menuju terminal Bungurasih Sidoarjo dengan mahar tjukup 25 ribu rupiah saja. Setelah sekitar sejam menembus macetnya Sidoarjo, karena memang pas dengan orang yang akan berangkat bekerja, akhirnya kakiku kembali menginjak pelataran terminal yang konon pernah menjadi terminal termegah se Asia Tenggara ini. Di tempat yang penuh akan kenangan ini ada ritual wajib yang biasa gue lakukan juga, yaitu makan soto. Dan tak lupa, pipis juga. Ada yang berubah dari sosok terminal ini, iya, kamu sekarang berubah. Walau belum 100 persen sempurna tapi terlihat lebih rapi, cuma sekarang kelihatannya pentas musik dangdutnya dihilangkan, atau belum mulai gue ngga tau. Pas gue mau tanya sama petugas terminal tentang musik dangdut, gue bingung karena gue sendiri ngga suka dengan musik dangdut, tapi kalau lihat penampilan artis dangdut yang cewek gue tetep suka. Lha kok jadi mbahas dangdut, lha embuh. Tapi yang bagian cerita dangdut  ini gue ngarang dan gue 100 persen bohong. Gue langsung menuju ke ruang tunggu di mana sekarang terdapat kaca yang besar, jadi kita bisa lihat pemberangkatan bis AKDP dan AKAP dari balik kaca, walaupun masih agak panas tempatnya karena tidak ada AC apalagi kipas angin yang sepoi-sepoi. Tujuan gue kali ini bukan langsung pulang ke Jogja, tapi Kediri, kabupaten di Jawa Timur yang letaknya agak ke barat selatan (kalo ngga salah barat laut sebutannya), gue mau pergi menyepi di tempat ziarah Goa Maria Puhsarang Kediri. Diantara hiruk pikuk pemberangkatan bis Jawa Timuran, mata gue langsung tertuju pada bis dengan warna dominan putih dan sedikit merah kombinasi orange, bis Patas Harapan Jaya. Bis ini jurusan Surabaya Trenggalek dan tentu saja melewati Kediri lebih dulu. Harapan Jaya sudah tampak terparkir di area pemberangkatan tujuan Kediri, tapi gue ngga langsung menuju bis yang terparkir tersebut, gue tunggu bis yang di belakangnya, masih bis yang sama juga. Begitu gue keluar dari ruang tunggu, gue berasa jadi artis, karena di luar sudah disambut oleh para crew bis yang sibuk menawarkan jasanya bisnya kepada calon penumpang. Tapi gue sudah biasa dengan situasi ini, dan jurus cuek dan sedikit lambaian tangan tanda penolakan gue selalu berhasil memPHP para crew ini, karena gue sudah yakin dengan pilihan gue. Masuk ke dalam bis, gue cari kursi kosong,  bukan untuk gue bawa pulang tapi untuk gue dudukin dari Sidoarjo ke Kediri. Gue duduk di baris kediua sebelah kiri, sebenarnya pengin duduk di kursi terdepan tapi sudah ada yang isi, mau gue usir penumpang tersebut tapi gue malu dan yang pasti gue ngga tega, gue harus sportif terima kekalahan ini, gue ngga bisa duduk di deretan terdepan. Bis ngetem sekitar sejam, entah berapa puluh pedagan asongan yang gue cuekin, juga para musisi jalanan yang selalu menghibur para penumpang dengan menyanyi lagu-lagu yang saat ini lagi jadi top hits di radio, tapi maaf, gue lupa bawa uang receh, jadi terpaksa gue tidak bisa bersedekah untuk para musisi jalanan ini. Sambil menunggu bis berangkat, gue teringat memori lama yang saat ini mungkin sudah hilang dalam setiap perjalanan gue, karena sejak gue tinggal di Makassar, gue biasa langsung terbang point ke point, maksudnya dari kota keberangkatan langsung ke kota tujuan, dan gue selalu dihadapkan dengan kenyamanan dari sebuah layanan di bandara yang selalu tertib dan teratur. Sekitar jam 10 pagi bis berangkat dari terminal Bungurasih dan siap membawa gue dan semua penumpang menuju Kediri, kabupaten yang baru pertama kali aku injak seumur hidup gue ini. Seluruh kursi terisi penumpang, tersenyumlah pak sopir dan kondektur dengan kenyataan ini, Puji Tuhan lancar setoran, juragannya pun akan senang. Rute seperti biasa, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Kertosono, Kediri, cukup dibayar dengan harga tiket 30 ribu rupiah, dengan fasilitas AC, dan lama perjalanan sekitar 3 jam. Sepanjang perjalanan pak sopir membawa bis dengan kalem dan cekatan, tidak seperti bis patas yang ke arah Solo atau Jogja yang biasanya langsung gas pol, kali ini bener-bener tipikal santai tapi tepat waktu, yang akhirnya sukses mengantar gue sampai di kabupaten Kediri. Gue akhiri perjalanan dengan Harapan Jaya di terminal kabupaten Kediri. Terima kasih pak sopir. Turun di terminal gue langsung disambut tukang ojek yang siap menawarkan jasanya, tapi terpaksa gue tolak dulu walaupun terus terang gue butuh ojek karena tidak ada angkutan lain selain ojek. Bukan tanpa alasan, perut gue mulai lapar dan saat ini pas menunjukkan waktu makan siang walau sudah agak telat. Gue muter-muter cari warung yang kira-kira bisa menjadi tempat makan dan istirahat sejenak. Akhirnya gue bisa makan, sayur asem dan telur dadar tambah sebotol air mineral gue tebus dengan 10 ribu rupiah, cukup membuat gue kenyang dan siap melanjutkan perjalanan ke tujuan. Goa Maria Puhsarang sudah di depan mata, tinggal selangkah lagi. Waluapun gue belum pernah ke sana, tapi dari literatur yang gue dapat dari google tempatnya tidak jauh dari terminal. Oiya, gue juga sempat bertanya kepada Ibu penjaga toilet di terminal tentang seberapa jauh Puhsarang dari terminal ini, beliau bilang agak jauh, sekitar 5 km, padahal gue pikir kalo Cuma 2-3 km gue mau jalan kaki saja ke sana, akhirnya pilihan terakhir adalah ojek, dan ibu penjaga toilet juga mengatakan angkutan yang ada ya hanya ojek itu. Ternyata google tetap masih kalah dengan penduduk lokal. Mantap euy….
Patas Harapan Jaya (sumber : poharapanjaya.com)

Tiket Bus Patas Harapan Jaya (pribadi)

Terminal Tamanan Kediri (sumber : google)

Jalan keluar terminal langsung gue dipanggil salah satu tukang ojek yang sudah mangkal di sana, tawar menawar harga gue ditembak 25 ribu rupiah, sempat gue tawar 20 ribu tapi dia tetep kekeuh dengan tarifnya, ya sudah gue ngalah, gue bayar yang penting gue diantar dengan selamat sampai di tujuan.   

Ngojek sekitar 15 menit, akhirnya gue sampai di Goa Maria Puhsarang. Gue pengin menyepi sejenak dari rutinitas dan dari penatnya masalah yang akhir-akhir ini selalu hinggap dalam kehidupan gue. Ya, gue mau berdoa dan beristirahat sejenak di tempat ini, gue mau tenang dulu. 

Gereja Puhsarang Kediri (pribadi)


to be continued.....